Padangexpo, Tanah Datar -Defiyanna, SE selaku Kepala Cabang BPJS Kesehatan Payakumbuh menyampaikan bahwa apa yang terjadi dengan klinik Meditama itu sudah sesuai aturan dan regulasinya.
“Jika perjanjian berakhir otomatis kita memindahkan peserta kita dari fktp awal ke fktp yang masih kerjasama dengan BPJS. Dan pemindahan ini juga ada kriterianya. Contoh peserta yang rumahnya dekat dengan fasilitas kesehatan, ketersediaan sarana dan prasarananya, jadi ada indikator-indikatornya sehingga pada saat itu di putuskan di pindahkan ke fasilitas kesehatan yang masih kerja sama dengan BPJS, namun jika setelah dipindahkan peserta merasa tidak cocok, peserta bisa pindah sendiri dan itu bersifat pemindahan sementara,” papar Kacab BPJS Kesehatan Payakumbuh tersebut.
Lanjut lagi ujar Defiyanna, kalau soal redistribusi peserta, semua yang di lakukan BPJS Kesehatan sudah sesuai oleh regulasi dan aturannya.
“Pengembalian peserta BPJS memang belum terjadi di Sumatera Barat ini, namun semua yang kami lakukan sudah sesuai dengan aturannya, jadi kalau hal ini berlanjut kami siap, silahkan di lanjutkan pak,” ucap Defiyanna pada sesi wawancara di kantornya.
M. Intania, SH selaku kuasa hukum pimpinan Klinik Meditama pun angkat bicara soal tersebut.
“Kami selaku kuasa hukum punya pandangan tersendiri terkait permasalahan ini bahwa kami sudah mempelajari PKB antara Klinik Meditama dgn BPJS Kesehatan bahwa benar jika ada pelanggaran, maka salah satu klausul nya harus mengembalikan kerugian BPJS Kesehatan dan dpt diputuskan kontrak kerjasama melalui mekanisme yg diatur.
Namun dalam prakteknya, kami menemukan dugaan oknum BPJS Kesehatan tidak melaksanakan aturan secara menyeluruh dan terkesan ada motif politik karena keikutsertaan klien kami yang akan dijadikan Ketua Kesehatan Indonesia Raya (Kesira), organisasi sayap Partai Gerindra yang dulu diajak oleh Anggota DPR RI, Suir Syam dari Partai Gerindra,” kata Intania.
Dugaan oknum BPJS Kesehatan berlaku tidak profesional tersebut diantaranya tidak memberi kesempatan kepada klien kami utk membela diri, berada dibawah tekanan utk mengembalikan kerugian BPJS Kesehatan atau kontrak akan diputus. Tidak teliti menetapkan bobot unsur fraud kepada klien kami sehingga klien kami rugi secara moril dan materil, sambungnya.
“Pertama, bukan klien kami pelaku fraud. Fraud terjadi oleh dokter jejaring. Hasil temuan audit BPJS Kesehatan, harus memberi peringatan kepada Pimpinan Klinik bahwa ada ketidakwajaran klaim yg dilakukan oleh dokter jejaring. Faktanya klien kami tidak pernah mendapat sanksi teguran sebelumnya dari BPJS Kes sebagaimana diatur dalam kontrak pada Pasal 10 junto Pasal 4. Jadi pihak BPJS Kesehatan yg selalu beralasan ikut aturan, kami pun bisa mempertanyakan perilaku oknum BPJS Kes yang tidak ikut aturan,” sambung kuasa hukum pimpinan Klinik Meditama tersebut.
“Sederhananya kami sampaikan, Pimpinan Klinik BUKAN pelaku fraud. Sesuai kontrak jejaring klinik tunduk pada isi kontrak, berarti Pimpinan Klinik turut bertanggung jawab, utk itulah Pimpinan Klinik bertanggung jawab mengembalikan kerugian BPJS Kes sekitar 11 jutaan. Sebaiknya klinik sebagai mitra BPJS Kesehatan harus diperlakukan setara. Kabari dan tegur Pimpinan Klinik bahwa ada fenomena tak wajar di jejaring klinik agar segera diperbaiki. Itulah fungsi tim audit. Bukan utk mencari mencari kesalahan dan membebankan Pimpinan Klinik utk dugaan kepentingan politis. Kalau Pimpinan Klinik tidak peduli setelah ditegur dan setelah kembalikan kerugian, maka wajar kalo di putus kontrak,” tutur Intania kepada Padangexpo.com.
Ia juga menambahkan, fungsi pembinaan tidak dijalankan BPJS Kesehatan, tidak dilihat siapa pelaku sebenarnya, malah main putus kontrak dengan alasan udah diatur dalam kontrak. Kan jelas sekali arogansi yg ditunjukkan oknum BPJS Kesehatan.
“Nah, kerugian sudah dikembalikan, hukuman putus kontrak sudah diterima 4 tahun lebih, maka sekarang wajar Kami meminta dipulihkan nama baik dan dikembalikan kapitasinya. Bukankah Bapak Bupati Tanah Datar sudah memfasilitasi dan memberi solusi agar pindahkan kepesertaan yg ada di FKTP milik pemerintah biar sengketa selesai.
Kok malah BPJS Kesehatan masih tunjukkan ego nya? Apa karena merasa sudah kuat dan berlindung dibalik peraturan? Lantas dimana fungsi sosial dan gotong royong yg mereka agung agungkan selama ini? Faktanya kepesertaan FPTP tidak merata di Tanah Datar dan Bapak Bupati sudah buka jalan bijaksana utk diratakan agar rata juga pelayanan kesehatan dan rata juga pembagian kesejahteraan pelaku kesehatan. Jadi seperti nya BPJS Kesehatan menunjukkan hegemoni monopoli nya di bidang kesehatan kepada Pemkab TD dan pelaku kesehatan Tanah Daftar.
Saran Bupati aja berani mereka abaikan,” papar M. Intania, SH. (Dwi)