Duri Dalam Daging Pemerintahan Daerah

430

Oleh: Inoki Ulma Tiara

Padangexpo.com, Tanah Datar-Berpisahnya kepala daerah dan wakil kepala daerah di periode kedua mereka adalah fenomena umum yang saksikan dimana-mana di Indonesia, khusus Sumatera Barat sesudah reformasi hanya satu pasang yang mampu bertahan dua periode pemerintahan yaitu Musni Zakaria dan Abdul Rahman di Kabupaten Solok Selatan masa pemerintahan 2010-2015 dan 2015-2020 (Inoki 2022). Menjadi persoalan bukanlah mereka berpisah di periode kedua tetapi intrik-intrik politik yang dilakukan yang menghambat jalan pembangunan daerah.

Kepala daerah terpilih ingin melanjutkan periode kedua pemerintahannya berusaha menampilkan keberhasilan dan kemampuan terbaiknya memimpin daerah sehingga dianggap sukses dan berharap terpilih kembali. Disisi lain wakil kepala daerah yang ingin menjadi kepala daerah melakukan sebaliknya yaitu menjadi duri dalam daging dalam pemerintahan daerah. Duri dalam daging secara umum diartikan “sesuatu yang selalu menyakiti hati, mengganggu pikiran, dan cenderung menyusahkan”. Duri dalam daging bisa dilihat dari tindak tanduk wakil kepala daerah yaitu:

Pertama, wakil kepala daerah menginginkan menjadi kepala daerah di pemilihan kepala daerah (Pilkada) selanjutnya berusaha membangun opini bahwa kepala daerah sekarang dianggap gagal oleh masyarakat sehingga mudah dikalahkan, mengapa dianggap gagal menjadi tujuan utama karena kepala daerah yang dianggap berhasil atau sukses oleh masyarakat akan makin sulit diungguli. Analoginya kepala daerah dan wakil kepala daerah seperti disatu perahu yang sama (pemerintah daerah) tetapi mempunyai tujuan yang berbeda. Kepala daerah berusaha mendayung perahu agar sampai ke tujuan (visi misi kepala daerah dan wakil kepala daerah serta janji kampanye) tetapi sang wakil malah bocorin perahunya yang bertujuan agar perahu tenggalam (visi, misi dan janji kampanye tidak terlaksana) sehingga kepala daerah bukan hanya mendayung perahu ke tujuan tetapi membenahi kebocoran sepanjang periode pemerintahannya.

BACA JUGA :  Keamanan Obat Dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat

Kedua, wakil kepala daerah memainkan skema playing victim menurut (Yusuf and Qomaria 2023) adalah “tindakan untuk mencari pembenaran yang digunakan untuk menyudutkan atau menyalahkan orang lain yang tidak bersalah”. atau dalam pemahaman umum memainkan peran bahwa mereka adalah korban. Korban dari kepala daerah yang tidak memberinya ruang dan wewenang sehingga tidak bisa melakukan apa-apa. Playing victim, mengapa menarik dimainkan karena salah satu wakil kepala daerah sukses menjadi kepala daerah di pilkada 2020 kabarnya sukses dengan metode ini. Mereka membentuk tim dan isu bukan bagaimana membangun daerah lebih baik tetapi menyampaikan kesedihannya dan bagaimana terzaliminya menjadi wakil kepala daerah. Secara psikologis masyarakat Indonesia memang cenderung bersimpati kepada orang yang teraniaya atau terzalimi sehingga simpati yang berasal dari rasa iba didapatkan dan pilkada dimenangkan. Maka playing victim sangat dilarang oleh Islam, bukti playing victim ini dilarang salah satunya terdapat surat (QS. an-Nisa/4: 112) yaitu “Siapa yang berbuat kesalahan atau dosa, kemudian menuduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, sungguh telah memikul suatu kebohongan dan dosa yang nyata”. Berdasarkan analisa dan ayat Al-Quran maka kita diwajibkan menjauhi playing victim dalam karena masih banyak cara-cara terhormat untuk memenangkan pilkada.

Ketiga, wakil kepala daerah melakukan manuver-manuver politik dengan berlawanan arah dengan kepala daerah, tujuannya adalah agar dirinya terlihat sebagai pahlawan atas ketidakmampuan kepala daerah. Padahal tidak semua kebijakan yang baik bisa memuaskan semua orang. Rasa tidak puas sebahagian pihak dijadikan oleh wakil kepala daerah untuk menarik simpati. Secara fatsun politik kebijakan kepala daerah adalah kebijakan wakil kepala daerah karena mereka adalah satu kesatuan. Akibat perbedaan ini membinggungkan aparatur sipil Negara (ASN) sehingga menciptakan faksi-faksi di ASN menghambat pembangunan daerah karena kinerja ASN terjebak persoalan konflik politik daripada persoalan peningkatan kinerja ASN. Disisi lain manufer politik wakil kepala daerah membuat fihak-fihak selama ini yang kurang mendapat tempat secara politis di daerah yang sudah menunggu perpecahan ini sebagai bagian untuk eksistensi politik mereka, sehingga konflik kepala daerah dan wakil kepala daerah semakin dipertajam harapannya peran mereka semakin besar.

BACA JUGA :  Cerminlah Diri Kita Sendiri

Wakil kepala daerah dari awal sudah sadar bahwa dalam undang-undang sudah jelas tertulis bahwa kewenangan memimpin pemerintahan daerah adalah sepenuhnya hak kepala daerah. Wakil kepala daerah harus paham bahwa kedudukannya adalah membantu kepala daerah agar tercapai tujuan pemerintahan daerah. Pada akhirnya wakil kepala daerah harus bersikap jantan ketika tidak nyaman bersama kepala daerah seharus mundur sehingga konflik dan intrik-intrik politiknya tidak menghambat pembangunan di daerah.

Referensi

Inoki, Ulma Tiara. 2022. “Reformasi Bergulir, Ini Dilemmma Wakil Kepala Daerah Di Sumatera Barat.” Sabanakaba.Com.
Yusuf, Muhammad, and Khofifah Qomaria. 2023. “Antisipasi Playing Victim Dalam Al- Qur ’ an.” Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 1:61–84. (Dwi)