Jakarta, Padang Expo
Kasus aborsi ilegal di Klinik dr. SWS di Jalan Raden Saleh, Senen, Jakarta Pusat, diungkap Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Berdasarkan laporan, klinik tersebut telah melakukan praktik aborsi terhadap 2.638 pasien dalam satu pekan terakhir.
Klinik dr. SWS telah beroperasi selama lima tahun terakhir. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat.
Selain melakukan praktik aborsi ilegal, klinik dr. SWS juga membuka praktik kontrol kesehatan kandungan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Dimensinews, ribuan janin hasil aborsi di klinik dr. SWS itu dihancurkan dengan menggunakan cairan asam sulfat sebelum dibuang ke dalam kloset.
Tubagus menjelaskan bahwa para tersangka menaruh janin hasil aborsi ke dalam ember. Selanjutnya, disiramkan dengan cairan asam sulfat hingga hancur.
“Prosesnya itu, janin yang dikeluarkan dari kandungan seorang wanita dicampur dengan asam sulfat dalam ember, kemudian larut dan dibuang ke dalam kloset,” kata Tubagus saat jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (18/8/2020).
Menurut Tubagus, para tersangka melakukan hal itu untuk menghilangkan barang bukti.
Namun, saat melakukan penangkapan pada 3 Agustus 2020 lalu pihaknya berhasil menemukan bukti berupa janin yang masih disimpan di dalam ember.
“Tapi kebetulan saat penangkapan, masih ada satu janin dalam ember yang belum dihancurkan,” kata Tubagus.
Klinik aborsi ilegal dr. SWS mampu meraup omzet hingga Rp 70 juta perbulan. Tarif yang ditawarkan kepada pasien pun bervariasi tergantung tingkat kesulitan dan usia janin yang hendak digugurkan.
Rinciannya, untuk usia kandungan enam sampai tujuh minggu dikenakan tarif sebesar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta.
Kemudian, usia kandungan delapan sampai sepuluh minggu Rp 3 juta hingga Rp 3,5 juta. Selanjutnya, usia kandungan sepuluh hingga 12 minggu Rp 4 juta hingga Rp 5 juta.
Sedangkan, usai kandungan 15 hingga 20 minggu dikenakan tarif Rp 7 juta hingga Rp 9 juta.
“Setidak-tidaknya dalam satu bulan kurang lebih Rp 70 juta. Dalam satu bulan bersih, artinya sudah pengeluaran dan lain-lain,” ungkap Tubagus.
Dari beragam tarif yang ditawarkan kepada pasien, keuntungan tersebut nantinya dibagi untuk tiga bagian.
Pertama untuk tim medis seperti dokter dan perawat, kemudian calo dan pihak pengelola.
“Kalau pembagiannya 40 persen jasa medis, 40 persen untuk calo, 20 persen untuk pengelola,” jelasnya.[HM/redaksi]