Kebiasaan hidup dalam berumah tangga pasti ada pertengkaran antara suami isteri, baik dalam hal besar maupun hal-hal sepele. Salah satu kebiasaan yang keliru adalah ikut campurnya orang tua, dalam urusan rumah tangga anak. Akibatnya, bukan menyelesaikan masalah, malah semakin memperburuk keadaan, sehingga terjadi kesalah pahaman yang berakibat fatal. Yakni rumah tangga anak jadi brantakan.
Pertengkaran antara suami isteri itu adalah bumbu dari berumah tangga. Dari sinilah pasangan muda belajar untuk saling memahami.Karena mustahil dua orang anak manusia. Secara begitu mudah bisa sepaham dalam segala hal. Dengan memberikan pasangan ini saling memahami, suami istri tersebut dapat mengatasinya Maka kejadian itu akan membawa hidup mereka lebih rukun dan bahagia, karena saling pengertian antara suami dan istri.
Sering terjadi bila ada sesuatu antara suami dan istri, langsung mengadu pada orang tua atau saudara.
Akibatnya mereka ikut campur, maksudnya mungkin saja baik. Memberi nasihat pada kedua pasangan bagaimana sebaiknya, namun bila hal ini berkelanjutan, efeknya akan berakibat negatif bagi pasangan ini. Hal ini sangat disesali karena dengan demikian suami dan isteri tidak bisa mengatasi sendiri persoalan yang timbul dalam kehidupan berumah tangga mereka. Sehingga setiap kali terjadi salah paham dan bertengkar. Salah satu akan mencari tempat curhatnya.
Sebaiknya segala sesuatu dalam rumah tangga diselesaikan sendiri oleh keluarga tersebut tanpa campur tangan dari pihak lain supaya keluarga tersebut bisa mandiri.
Merusak rumah tangga orang lain merupakan dosa besar, menyebabkan rumah tangga pasangan muslim menjadi hancur dan tercerai-berai. Perlu diketahui bahwa prestasi terbesar bagi Iblis adalah merusak rumah tangga seorang muslim dan berujung dengan perceraian, sehingga hal ini termasuk membantu mensukseskan program Iblis.
Suka Ikut Campur Urusan Orang Lain
Setiap manusia tercipta dengan membawa takdir masing-masing. Allah Ta’ala telah mengatur sedemikian rupa bagaimana si Fulan dan si Allan akan menjalani takdirnya. Ada manusia yang dimudahkan menuju kebaikan sehingga ia termasuk dari calon penghuni surga, namun ada pula yang dimudahkan menuju keburukan sehingga ia termasuk dari calon penghuni neraka.
Keelokan Islam seseorang bisa diukur dengan melihat bagaimana dia habiskan waktunya. Jika kegiatan yang dia lakukan (perkataan atau perbuatannya) berkaitan dengan urusan yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya, maka ia adalah seorang yang Islamnya indah. Tetapi ada pula orang yang kesibukannya pada perkara-perkara yang tidak bermanfaat. Diantaranya adalah ikut campur urusan orang lain yang tidak ada kepentingan dengan dirinya. Padahal ikut campur urusan orang lain tidak akan menambah manfaat melainkan hanya waktu yang habis sia-sia tanpa faedah. Hanya akan membuat hatinya gelisah, semakin mengacaukan pikirannya, dan ia akan terlupa dengan kewajiban-kewajiban utamanya. Lebih dari itu, ikut campur urusan orang lain dapat menjerumuskannya ke dalam dosa dosa besar seperti ghibah, tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain), dan namimah (mengadu domba).
Orang yang selalu mencampuri urusan atau mengomentari orang lain maka hampir bisa dipastikan ia akan terjatuh ke dalam ghibah, karena aktivitasnya hanya diisi dengan membicarakan si Fulan dan si Allan. Atau dia akan terjatuh ke dalam lubang dosa yang lain yaitu tajassus, yang awalnya hanya berupa obrolan ringan tentang saudaranya sesama muslim, tetapi rasa penasarannya mengantarkan dia mencari-cari sesuatu tentang saudaranya tersebut mengenai aib dan keburukannya. Atau tanpa ia sadari ia telah mengadu domba diantara saudaranya sesama muslim.
Orang yang baik keislamannya akan memiliki perhatian penuh terhadap kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya, dan tidak terlalaikan dengan urusan-urusan orang lain yang bisa menjerumuskannya ke dalam dosa.
Seseorang di zaman seperti ini hendaknya menyibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat agar dia tidak terjebak pada kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat seperti mencampuri urusan orang lain. Para ulama mengatakan suatu perkataan yang indah,
مَنِ اشْتَغَلَ بِمَا لا يَعْنِيهِ فَاتَهُ مَا يَعْنِيهِ
“Barangsiapa yang sibuk dengan perkara yang tidak bermanfaat bagi dia maka banyak perkara yang bermanfaat yang luput dari dia.”
Tidak diragukan lagi bahwa taat kepada kedua orang tua suatu kewajiban, akan tetapi campur tangan mereka dalam kehidupan rumah tangga anaknya, bisa menyebabkan rusaknya ikatan
suami isteri. Terkecuali bila orangtua melihat bahwa isteri, anaknya (menantunya) umpamanya bukan wanita yang shalihah, yang mana ia menjadi penyebab terjerumusnya sang anak dalam problema dan lain sebagainya. Lalu keduanya memandang wajib untuk menasihati anaknya agar menceraikan isterinya. Hal ini merupakan urusan yang penting untuk dilakukan.
Namun, orangtua yang terlalu banyak ikut campur terhadap urusan rumah tangga anak- anaknya dan memberikan arahan kepada isteri anaknya (menantu) secara langsung, hal tersebut merupakan suatu yang sangat berbahaya.
Yang harus tetap dijaga dalam kehidupan rumah tangga adalah jangan sampai ada campur tangan pihak ketiga, baik dari pihak orang tua, terlebih lagi dari orang lain, apakah mereka itu teman, saudara, atau yang lainnya.
Hendaklah Anda tetap menjaga kekhususan [keunikan atau keistimewaan] rumah tangga Anda dengan baik, sehingga Anda tetap merasakan kenikmatan rumah tangga yang hakiki. Sebab rumah tangga itu bukanlah untuk sebuah permainan atau seperti rumah makan, yang mana banyak orang bisa berlalu lalang seenaknya, karena semua ada tempatnya.
Dikutip dari Harakah Islamiyah, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda terkait orang yang suka mengintip.
Nabi Muhammad bersabda:
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اطَّلَعَ فِي بَيْتِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَقَدْ حَلَّ لَهُمْ أَنْ يَفْقَئُوا عَيْنَهُ. رواه مسلم
“Barang siapa yang melihat ke dalam rumah seseorang tanpa ijin, maka ia halal dicongkel matanya.”
Hadis ini tampak sangat mengerikan. Meski begitu, maksud hadis ini adalah mengingatkan umat Islam untuk menjauhi sifat rasa ingin tahu kehidupan orang lain alias kepo.
Mengapa Bahaya?
Rasulullah SAW mengajarkan umat islam untuk saling menghormati orang lain. Bahkan banyak Sabda Rasulullah yang berisi anjuran bagi setiap Muslim untuk menghargai dan menyayangi saudaranya, baik seiman maupun tidak.
Salah satu cara menghormati orang lain adalah tidak berusaha mencari tahu persoalan orang lain, terutama yang bersifat pribadi. Setiap Muslim diharuskan menjaga privasi orang lain.
Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk tidak mengganggu urusan pribadi saudaranya. Bahkan sebisa mungkin seorang Muslim tidak ikut campur dalam masalah orang lain.
Bahkan orang yang terlalu sibuk mencari tahu urusan orang lain diandaikan sebagai suka mengintip rumah orang lain. Sehingga Rasulullah memberikan teguran keras kepada mereka.
Ini karena rumah adalah ruang privat. Segala hal yang bersifat pribadi pada diri seseorang terbuka di dalam rumah dan hanya diketahui oleh keluarganya.
Tentu setiap orang sangat menjaga urusan pribadinya agar tidak sampai diketahui orang lain. Mengintip sama dengan mencari bocoran tentang aib orang lain.
Mengapa mengintip rumah bisa begitu dilarang oleh Nabi? Ya karena rumah adalah ruang privat. Ada banyak hal terkait kehidupan seseorang yang tersimpan di dalam rumah. Bahkan ada yang mungkin sangat rahasia sehingga ia begitu dijaga agar tidak diketahui oleh orang banyak.
Bahasa halal dicongkel matanya tentu bermakna kiasan. Ia merupakan simbol sebuah ungkapan larangan tegas yang harus diperhatikan. Dan mengintip rumah hanyalah salah satu contoh dari sekian banyak praktek menganggu privasi seorang. Beberapa contoh kasus lainnya juga harus dihindari, semisal: bertanya terlalu banyak terkait urusan orang lain, membongkar barang-barang privat orang lain atau membuka handphone kawan kita tanpa ijin.
Kalaupun dalam Islam ada perintah untuk menghormati tetangga, menjaga persatuan di kalangan umat Islam dan menjaga perdamaian, maka seluruhnya dibangun dari perhatian kita kepada hal-hal remeh yang berpotensi menganggu orang lain. Seperti mengintip! Maka tak heran jika Nabi Muhammad pun memilih menggunakan bahasa yang cenderung “menyeramkan” untuk menegaskan hal itu.(diolah dari berbagai sumber/redaksi : Padang Expo) ***SELAMAT MEMBACA