| padangexpo.com
Terkait isi SKB tiga menteri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut kekhususan agama di lingkungan sekolah hingga hari ini masih berbuntut panjang. Banyak tokoh agama yang menyayangkan akibat adanya keputusan tersebut.
Semua tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat bahkan masyarakat di Sumatera Barat pun ikut menolak secara tegas aturan SKB 3 Menteri ini.
Mantan Wali Kota Padang dua periode Fauzi Bahar menegaskan tetap menolak SKB 3 Menteri dengan Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Fauzi menyebutkan aturan seragam sekolah tersebut dibuatnya lima belas tahun yang lalu, sebagai pertanda aturan itu bagus dan banyak ditiru oleh berbagai daerah, bahkan instansi pemerintah.
“Aturan itu saya buat 15 tahun yang lalu, tanda aturan itu bagus banyak ditiru daerah lain ke seluruh nusantara bahkan TNI dan Polri yang sebelumnya tidak berjilbab juga menuntut hak agar diizinkan berjilbab,” katanya.
Setelah itu, Drs. H. Guspardi Gaus, M.Si., pun sempat protes atas kebijakan dr isi SKB 3 Menteri saat rapat paripurna di kompleks gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (10/2).
Guspardi mengaku, protesnya didasarkan atas membela budaya jilbab di tanah Minang. Dalam video yang viral, Guspardi menyebut, keluarnya SKB Tiga Menteri sangat berlebihan dalam menyikapi kejadian di satu sekolah di Padang.
Tidak hanya Fauzi Bahar, Guspardi, dan MUI saja, bahkan Drs. Bustami Narda seorang penulis, sastrawan, wartawan dan motivator angkat bicara terkait hal ini.
Dilansir dari konfirmasi Drs. Bustami Narda melalui kanal youtube dan pesan pribadinya, Sabtu 13 Februari 2021 pada media ini mengatakan bahwa SKB 3 Menteri tentang seragam sekolah sangat bertentangan dengan adat yang telah turun temurun di Sumatera Barat yaitu adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah (ABS-SBK).
Maka dari itu, Bustami meminta agar SKB 3 Menteri ini agar ditinjau ulang pada siswa/siswi jenjang pendidikan dasar dan menengah, untuk memilih pakaian seragam sekolah nya dan tidak boleh ada paksaan yang mencirikan agama.
Sumatera Barat yang berada di ranah minangkabau memiliki ciri khas tersendiri dalam hal mengimplementasikan antara adat dan agama ditengah-tengah masyarakat.
Bustami menjelaskan, bahwa pada dahulu kala di minangkabau adat dan agama terpisah, tapi seiring sejalannya waktu jaman penjajahan dulu sering agama dan adat diadu domba.
Sejak saat itulah, berlangsung kesepakatan antara kaum adat dan agama yang dinamakan SUMPAH SATI BUKIK MARAPALAM yang letaknya di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Sumpah Sati Bukik Marapalam yang melahirkan filosofi Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah, (ABS-SBK) Syara’ Mangato Adat Mamakai sebagai identitas masyarakat Minangkabau.
Unsur tigo Tungku Sajarangan ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai serta bundo kanduang di depan unsur masyarakat Minang yang hadir, bersepakat untuk menjaga amanah Sumpah Sati Bukik Marapalam. “Tagak kami indak bakisa, duduak indak baraliah, kok hiduik kadipakai, mati kaditumpang, kami pacik arek ganggam taguah, nan tabuhua takabek arek dalam pituah ABS-SBK, Syara Basandi Kitabullah, Adaik Bapaneh, Syara’ Balinduang, Syara’ Mangato Adaik Mamakai”.
Syara’ itu artinya agama, jadi adat di minangkabau itu sendi nya adalah syara’, sedangkan syara’ di minangkabau itu kitabullah, Kitabullah yang dimaksud adalah Kitab Allah SWT yaitu Al Qur’an dalam umat Islam.
Jadi sesuai Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah itu orang minangkabau itu otomatis beragama Islam. Apabila tidak lagi beragama islam otomatis tidak bisa lagi disebut orang minangkabau karena telah mengingkari ketentuan dari Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah.
Maka dari itu di minangkabau apa yang digariskan oleh agama, dan apa yang tertuang didalam Al Qur’an dan Hadits itu dipakai didalam adat minangkabau serta di dalam kehidupan sehari-sehari. Sehingga dikatakan Syara’ mengatakan dan Adat memakaikan (Syara’ Mangato Adaik Mamakai).
Bustami menjelaskan terhadap SKB 3 Menteri ini tidak boleh adanya dipaksakan para siswa muslim memakai pakaian yang mencirikan khas agamanya tentu membuat orang Sumatera Barat menjadi resah dan hanya membuat gaduh saja.
Sesuai dengan anjuran Agama Islam, bagi kaum perempuan WAJIB memakai jilbab.
Sehingga dengan adanya SKB 3 Menteri ini yang tidak boleh memaksakan kepada pelajar muslim untuk memakai seragam sekolah yang mencirikan agama hanya akan membuat gaduh dan memunculkan kekhawatiran bagi para tokoh adat, tokoh agama maupun tokoh masyarakat di Sumatera Barat.
Jika dilihat dari toleransi hidup beragama, toleran yang dimaksudkan di Negara kita ini seharusnya sesuai dengan toleransi Pancasila dan UUD 1945 bukan toleransi di Negara Barat atau Negara Liberal.
Kalau toleran Negara Barat atau Liberal yang dibawa kedalam Negara Indonesia tidak akan cocok, sebab di Negara Barat itu ukurannya tidak ada PANCASILA sedangkan di Negara kita ukurannya yang dipakai PANCASILA dan UUD 1945. Dan jangan ini dijadikan alasan bahwa kita disini (minangkabau.red) tidak toleran, dan hal itu harus diikuti oleh Negara lain yang masuk ke Indonesia bahwa Negara kita berdasarkan PANCASILA dan UUD 1945, tegas Bustami.
Jangan sampai PANCASILA yang diminta menyesuaikan kemauan mereka yang masuk ke INDONESIA.
Bustami Narda mencontohkan, jika seseorang membeli peci lalu peci tersebut tidak cocok dipakai karena kebesaran, tidak mungkin kepalanya yang diperkecil, otomatis peci nya yang harus disesuaikan agar bisa muat di kepala. (d79/red)